Pembentang:
Asy- Syeikh Dr. Salim Bin 'Eid Al-Hilali -
Seorang Ulama Hadits dari Jordan. Beliau adalah anak murid utama dari
Ulama Hadits terkenal Sheikh Nasiruddin Al-Albani (rahimahullah) dan telah
mengikuti pengajian bersama beliau (rahimahullah) selama lebih dari 25
tahun.
Audio berbahasa Arab. Transkrip terjemah dalam Bahasa Indonesia di bagian bawah postingan ini.
Siapa yang tidak mengenal nama Sheikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani? Beliau adalah ulama besar abad ke-20, seorang muhaddits yang dengan
keteguhan dan kecerdasan luar biasa menjaga kemurnian sunnah di tengah badai
bid’ah dan fitnah. Dalam hidupnya, beliau tak hanya meneliti ribuan hadis,
tetapi juga berdiri tegak melawan fanatisme, kesesatan, dan pemikiran
ekstrem.
Biografi ini akan membawa Anda menyelami perjalanan luar biasa Sheikh
Albani:
-
Bagaimana beliau menghidupkan sunnah di tengah badai kritik.
-
Kisah-kisah dialog yang membungkam kebohongan, termasuk
menghadapi klaim wali palsu dan pengakuan pemanggil roh.
-
Perjuangan beliau dalam melawan fanatisme mazhab, takfiri, dan
ekstremisme.
-
Nasihat-nasihat penuh hikmah yang tetap relevan hingga saat ini.
Dengan lebih dari 250 karya tulis dan kontribusi besar dalam ilmu hadis, Sheikh Albani telah menjadi bendera sunnah yang terus berkibar. Biografi ini tidak hanya menyajikan fakta, tetapi juga inspirasi dari seorang ulama yang mencurahkan hidupnya untuk agama yang mulia.
---- Transkrip terjemah:
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan
kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, dan berlindung kepada Allah dari kejahatan
diri-diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa
yang disesatkan-Nya, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya.
Amma ba‘du, sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah
kitab Allah, dan petunjuk yang terbaik adalah petunjuk Muhammad ﷺ.
Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah
bid‘ah, setiap bid‘ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Segala puji bagi Allah yang telah mengumpulkan kita bersama
saudara-saudara yang baik di negeri yang baik ini. Kita memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta‘ala agar pertemuan ini menjadi pertemuan yang baik dan
diberkahi. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala agar menjadikannya
bermanfaat bagiku dan bagi kalian.
Mengenai Syekh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani,
rahimahullah, sebagaimana aku mengenalnya dan bersamanya, aku akan menyebutkan
apa yang terlintas dalam pikiranku secara singkat. Meskipun berbicara tentang
Syekh al-Albani rahimahullah dan kebersamaan kami dengannya adalah pembahasan
yang sangat panjang, namun sebelum masuk ke dalam apa yang ingin aku sebutkan,
aku akan menyampaikan sedikit tentang biografi beliau rahimahullah.
Aku katakan, beliau adalah Muhaddits zaman ini, Imam Ahlus
Sunnah, Abu Abdurrahman Muhammad Nashiruddin bin Al-Hajj Nuh Najati bin Adam
al-Albani ad-Dimasyqi kemudian al-Urduni. Salah satu kisah menarik tentang
beliau adalah ketika beliau ditanya tentang kakek dari ayahnya, Adam. Beliau
menjawab sambil tertawa, "Apakah ada seseorang sebelum Adam?"
Beliau disebut "al-Albani" karena berasal dari
Albania, "ad-Dimasyqi" karena berhijrah ke Damaskus di negeri Syam,
dan "al-Urduni" karena tinggal di Yordania pada akhir hayatnya.
Beliau dilahirkan pada tahun 1333 Hijriah (1914 Masehi) di kota Shkodra, ibu
kota Albania yang lama, sedangkan ibu kota Albania saat ini adalah Tirana.
Beliau wafat di Amman, Yordania, pada tahun 1999 (1420 H) dalam usia sekitar 87
tahun.
Beliau rahimahullah belajar kepada sejumlah ulama, di
antaranya adalah ayahnya, Syekh Nuh Najati, yang merupakan seorang ulama mazhab
Hanafi di Albania. Kepada ayahnya, beliau belajar ilmu nahwu, sharaf, dan
membaca Al-Qur’an hingga khatam dengan riwayat Hafsh dari ‘Ashim. Beliau juga
bertemu dengan Syekh Muhammad Bahjat al-Bitar, seorang ulama Damaskus, dan
belajar kepada Syekh Said al-Barhani kitab "Maraqi al-Falah" dalam
fikih Hanafi. Beliau memperoleh ijazah dari Syekh Muhammad Raghib at-Tabakh,
seorang sejarawan Aleppo, dengan periwayatan-periwayatannya. Beliau juga
menghadiri majelis Muhaddits Damaskus, Badruddin al-Hasani, di bawah kubah Nasr
di Masjid Umayyah.
Beliau memiliki hubungan baik dengan sejumlah ulama seperti Syekh Abdul Fattah al-Imam dan Syekh Muhammad Ratib an-Nafakh. Dari sini dapat diketahui bahwa Syekh al-Albani memiliki guru-guru meskipun tidak banyak, sehingga hal ini membantah klaim bahwa beliau tidak memiliki guru dan hanya belajar dari buku-buku. Kenyataannya, beliau, seperti penuntut ilmu lainnya pada zamannya, belajar kepada beberapa ulama yang terpercaya dalam ilmu dan agamanya serta memberikan manfaat bagi umat.
Beliau menikah dengan empat orang wanita secara berturut-turut, bukan sekaligus. Dari istri pertamanya, beliau memiliki anak-anak bernama Abdurrahman, Abdul Latif, dan Abdurrazzaq. Dari istri keduanya, beliau memiliki anak-anak bernama Unaisah, Abdul Mushawwir (yang telah wafat), Asiya, Salamah, Abdul A‘la, Muhammad, Abdul Muhaymin, Hassanah, dan Sukainah. Dari istri ketiganya, beliau memiliki seorang anak bernama Hibatullah. Sedangkan dari istri keempatnya, Ummul Fadhl, yang tetap bersamanya hingga wafat, beliau tidak memiliki anak.
Dalam bidang penulisan, beliau meninggalkan sejumlah besar
karya yang mencapai lebih dari 250 buku dalam berbagai disiplin ilmu syariat,
meskipun mayoritasnya berkisar pada khidmah terhadap Sunnah Nabi ﷺ.
Di antara kitab-kitabnya yang paling terkenal adalah "Silsilah Hadits
Shahihah," "Silsilah Hadits Dha‘ifah," "Irwa'
al-Ghalil," "Shahih wa Dha‘if Sunan al-Arba‘ah," "Ahkamul
Jana'iz," "Shifat Shalat Nabi ﷺ Min At-Takbir ila At-Taslim Ka'annaka
Taraha," dan "Hajjatun Nabi ﷺ Kama Rawaha Jabir." Selain itu, masih
banyak kitab-kitab lainnya.
Para ulama sezaman memuji beliau dan menyebutkan sifat-sifat
baiknya. Di antaranya adalah Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang
berkata, "Syekh al-Albani adalah mujaddid zaman ini menurut
perkiraanku." Beliau juga mengatakan, "Aku tidak pernah melihat
seseorang di bawah langit ini yang lebih alim dalam ilmu hadits pada zaman
modern selain Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani."
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga memuji beliau dengan
berkata, "Yang aku ketahui tentang Syekh dari pertemuan dengannya adalah
beliau sangat bersemangat terhadap sunnah dan pengamalannya serta memerangi
bid‘ah. Beliau adalah orang yang memiliki ilmu yang luas dalam bidang hadits,
baik dari segi riwayah maupun dirayah. Allah memberikan manfaat melalui
kitab-kitabnya dengan metodologi yang benar dan pandangan yang lurus, dan ini
adalah buah yang besar bagi kaum muslimin."
Hal ini mengonfirmasi, wahai saudara-saudaraku, bahwa kaum
muslimin sangat banyak yang mengambil manfaat dari kitab-kitab Syekh al-Albani
rahimahullah, yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
Aku akan menyebutkan sebuah kisah yang terjadi saat
kunjunganku pada tahun 1998 ke Kepulauan Bahama. Kepulauan Bahama terletak di
Laut Karibia. Aku diundang ke sana untuk mengunjungi saudara-saudara kita yang
mengikuti manhaj Salaf. Ketika aku tiba di bandara, aku bertanya kepada
saudara-saudara yang menyambutku, "Apakah jumlah pengikut manhaj Salaf di
Kepulauan Bahama banyak?" Mereka menjawab, "Sekarang engkau akan
melihat mereka berkumpul, karena kami telah mengadakan konferensi."
Ketika kami pergi ke tempat itu, kami melihat sekitar empat
ratus keluarga hadir. Aku bertanya, "Apakah ada selain mereka yang
mengikuti manhaj Salaf?" Mereka menjawab, "Tidak ada." Lalu aku
bertanya lagi, "Bagaimana manhaj Salaf masuk ke Kepulauan Bahama?"
Mereka menjawab, "Ada kisah menarik. Seorang saudara kembali dari
Universitas Islam setelah menyelesaikan studinya. Dia mulai menyebarkan dakwah
dan mengajarkan kepada orang-orang tata cara shalat Nabi ﷺ. Melalui buku Sifat
Shalat Nabi ﷺ,
mereka belajar tentang manhaj Salaf dan manhaj Salaf masuk ke rumah-rumah ini.
Jadi, berkat Allah pertama-tama, kemudian berkat buku karya Syekh al-Albani Sifat
Shalat Nabi ﷺ,
manhaj Salaf tersebar di Kepulauan Bahama. Subhanallah."
Di antara ulama yang sangat memuji dan menghormati Syekh
al-Albani adalah Syekh Muhammad al-Amin al-Syinqithi, penulis tafsir Adhwa'
al-Bayan. Beliau adalah seorang ulama yang, apabila Syekh al-Albani
melintas dekat tempat kajiannya di Masjid Nabawi, beliau menghentikan kajian
tersebut dan berdiri untuk menyambut serta memberi penghormatan kepada Syekh
al-Albani. Rahimahullah.
Ada banyak hal yang menarik perhatian dan menonjol dalam
kepribadian Imam al-Albani. Meski seluruh hidup para ulama penuh dengan
pelajaran dan nasihat, telah banyak buku yang ditulis tentang kehidupan Syekh
al-Albani, termasuk buku tentang metode pendidikan, ibadah, dan dakwahnya.
Banyak pula tesis magister dan doktor yang membahas metode Syekh al-Albani di
berbagai universitas Islam.
Yang menonjol dan menarik perhatian adalah hal yang membuat
Syekh menjadi sosok global. Pertama, kesungguhannya dalam berdakwah kepada
manhaj Salaf berkat fokusnya dalam melayani Sunnah Nabi ﷺ. Syekh al-Albani
rahimahullah menyebarkan dakwah Salaf di negeri Syam setelah beliau mempelajari
manhaj ini dari kitab-kitab karya Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah, muridnya Ibnu
Qayyim, kitab-kitab Salafus Shalih, serta karya-karya Syekh Muhammad bin Abdul
Wahhab.
Syekh rahimahullah memegang teguh pilar utama dalam metode
dakwah, yaitu tiga prinsip: tauhid, ittiba', dan tazkiyah. Tauhid mencakup
pengesaan Allah dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, serta asma’ dan sifat-Nya.
Tauhid ini telah disepakati oleh Salafus Shalih dan ulama mereka, dan Syekh
rahimahullah mengajarkannya, berdakwah kepadanya, serta memperingatkan umat
dari syirik dan penyimpangan yang merusak tauhid. Beliau mengangkat panji
tauhid, memperingatkan umat dari kesyirikan, dan berjuang untuk membersihkan
umat Muhammad ﷺ
dari syirik, terutama di negeri Syam.
Prinsip kedua adalah ittiba' kepada Rasulullah ﷺ.
Syekh al-Albani rahimahullah sangat memperhatikan hal ini, sehingga beliau
memerangi bid‘ah di semua aspek agama dan menentang fanatisme mazhab yang
mengutamakan mazhab di atas Sunnah Nabi ﷺ. Perlu dicatat, dakwah Salaf dan Syekh
al-Albani tidak memerangi mazhab, melainkan memerangi fanatisme buta terhadap
mazhab.
Fanatisme ini sering menyebabkan seseorang mendahulukan
pendapat mazhabnya atas hadits Rasulullah ﷺ, padahal para imam mazhab, seperti Imam
Malik, Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad, semuanya sepakat untuk
mendahulukan hadits yang shahih di atas pendapat mereka sendiri. Misalnya, Imam
Malik berkata, "Setiap orang bisa diambil pendapatnya dan ditolak, kecuali
pemilik kubur ini (Rasulullah ﷺ)."
Imam Syafi'i berkata, "Jika kalian mendengar ucapanku yang bertentangan
dengan hadits Rasulullah ﷺ,
maka tinggalkanlah ucapanku." Imam Abu Hanifah berkata kepada muridnya,
"Jangan tulis semua yang aku katakan. Aku adalah manusia yang bisa
mengucapkan sesuatu hari ini dan meralatnya besok." Imam Ahmad juga
berkata, "Jangan taqlid kepadaku, Malik, Syafi'i, ats-Tsauri, atau
al-Awza'i, tapi ambillah dari sumber yang mereka ambil (Sunnah Nabi)."
Maka jelas bahwa para imam mazhab ini mendahulukan Sunnah
Nabi ﷺ.
Dakwah Salafiyah dan Syekh al-Albani tidak menentang mazhab, tetapi menentang
fanatisme terhadap mazhab yang membuat seseorang tidak mau menikahkan atau
tidak mau shalat di belakang orang dari mazhab lain.
Syekh al-Albani rahimahullah berdialog dengan para fanatik
mazhab dan membantah mereka. Beliau juga memainkan peran penting dalam
menyebarkan dan menguatkan metode dakwah Salaf yang menekankan ittiba' kepada
Rasulullah ﷺ.
Di antara hal yang menarik perhatian tentang kehidupan Syekh
al-Albani adalah sikap keras beliau terhadap ekstremisme, terorisme, dan
pemikiran takfiri. Sejak pertengahan abad ke-20, sebelum isu terorisme dan
takfir berkembang, beliau sudah memperingatkan tentang hal ini.
Aku mengingat sebuah kisah yang terjadi di Yordania. Ada
kelompok yang dikenal sebagai Ikhwanul Muslimin, yang kemudian terpecah dan
muncul kelompok yang membawa panji takfir. Mereka mulai mengkafirkan umat.
Organisasi ini tidak mampu menghadapi kelompok tersebut, sehingga mereka
menghubungi Syekh al-Albani, yang saat itu berada di Damaskus. Syekh al-Albani
datang ke Yordania, berdialog dengan mereka, dan menjelaskan kesalahan
pemikiran mereka. Akhirnya, mereka kembali ke jalan yang benar dan menjadi murid-murid
Syekh al-Albani rahimahullah.
Ada juga banyak dialog yang dilakukan Syekh al-Albani dengan
tokoh takfiri dari Mesir yang datang ke Yordania, seperti Kamil al-Helbawi.
Meski tokoh tersebut tidak sepenuhnya berubah, pengaruh ekstremismenya
berkurang dan ia tidak lagi sekeras Khawarij modern.
Syekh al-Albani rahimahullah juga memiliki pendirian yang
jelas terkait peristiwa yang terjadi di Aljazair ketika muncul isu pemilu.
Ketika terjadi perselisihan mengenai masalah pemilu, Front Penyelamatan Islam
(FIS) naik ke pegunungan, mulai membunuh, menawan, dan menghancurkan. Dalam
situasi tersebut, Syekh Nashir memberikan nasihat yang tegas dan jelas kepada
mereka. Banyak dari pemuda mereka yang kemudian kembali kepada jalan yang benar
berkat nasihat tersebut.
Dari sini, saya ingin menekankan bahwa dakwah Salafiyah,
para ulama dakwah Salafiyah, dan para dai dakwah Salafiyah, wahai
saudara-saudaraku, tidak mungkin mendukung terorisme, tidak mungkin mendukung
ekstremisme, dan tidak mungkin mendukung takfir (pengkafiran). Mereka memerangi
ideologi yang ekstrem ini bahkan jauh sebelum negara-negara, pemerintah, atau
dunia mulai memeranginya, yaitu sekitar lima puluh tahun yang lalu. Dalam
konteks masa kini, sangat mustahil dakwah Salafiyah menjadi sumber ekstremisme,
terorisme, atau takfir, sebagaimana yang diklaim oleh banyak musuhnya.
Musuh-musuh ini menggambarkan para khawarij, para ekstremis,
dan para penganut takfir sebagai kelompok yang muncul dari rahim dakwah
Salafiyah. Ini, wahai saudara-saudaraku, adalah kebohongan yang nyata. Mereka
hanya ingin mencemarkan nama baik dakwah Salafiyah. Mereka bahkan ingin membuat
pemerintah takut kepada dakwah Salafiyah dan mempersempit ruang geraknya.
Padahal, pihak yang berdiri di hadapan kelompok takfiri adalah Salafiyun, dan
yang berdiri di hadapan Syiah Rafidhah juga adalah Salafiyun.
Tidak ada kelompok, partai Islam, atau gerakan Islam lain
yang mampu menghadapi kaum takfiri dan Syiah kecuali mereka yang memiliki
pemahaman terhadap manhaj Salaf yang shahih. Dari hal ini, saya ingin
menegaskan lagi bahwa dakwah Salafiyah dan para ulama serta dai dakwah
Salafiyah tidak mungkin mendukung terorisme, ekstremisme, atau takfir. Mereka
telah memerangi ideologi ekstrem ini bahkan sebelum negara-negara, pemerintah,
atau dunia mulai memeranginya, yaitu sekitar lima puluh tahun yang lalu.
Oleh karena itu, sangat mustahil bahwa dakwah Salafiyah
menjadi sumber ekstremisme, terorisme, atau takfir, sebagaimana yang sering
diklaim oleh banyak musuhnya. Klaim ini hanyalah kebohongan. Tujuan mereka
adalah mencemarkan nama baik dakwah Salafiyah, bahkan ingin membuat pemerintah
takut kepada dakwah Salafiyah dan mempersempit ruang geraknya. Padahal, pihak
yang berdiri di hadapan kelompok takfiri adalah Salafiyun, dan yang berdiri di
hadapan Syiah Rafidhah juga adalah Salafiyun.
Di antara hal yang menarik perhatian bagi siapa pun yang
mengenal atau membaca tentang Syekh al-Albani rahimahullah adalah
kesungguhannya dalam memanfaatkan waktu, bahkan dalam situasi yang paling sulit
sekalipun. Ketika beliau dipenjara, beliau tetap memanfaatkan setiap jam dan
setiap detik dari waktunya.
Syekh rahimahullah pernah ditangkap dua kali di Suriah.
Pertama, sebelum tahun 1967, beliau ditahan dan dimasukkan ke Penjara Qal‘ah di
Damaskus, yaitu benteng tempat Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga pernah
dipenjara. Kedua, beliau ditangkap dan dibawa ke Penjara Hasakah di utara
Suriah.
Dalam masa-masa tersebut, Syekh rahimahullah tetap konsisten
pada ilmunya, terus menulis, dan tetap berkhidmat kepada Sunnah Rasulullah ﷺ.
Beliau tidak membuang-buang waktu, bahkan memanfaatkan setiap detik dari
waktunya. Pada salah satu masa penahanannya, Syekh al-Albani rahimahullah
berhasil menyelesaikan sebuah kitab yang beliau beri judul Mukhtashar Shahih
Muslim. Kitab ini diselesaikannya saat beliau berada di dalam penjara.
Rahimahullah.
Di antara hal yang menarik perhatian dalam kehidupan Syekh
al-Albani adalah hubungannya yang istimewa dan baik dengan para ulama Ahlus
Sunnah wal Jamaah di berbagai penjuru dunia. Hubungan Syekh al-Albani dengan
para ulama dakwah Salafiyah adalah hubungan cinta, persaudaraan, dan saling
melengkapi. Sebagai contoh, beliau memiliki hubungan yang sangat baik dengan
Syekh Ibnu Baz rahimahullah. Bahkan, Syekh Ibnu Baz rahimahullah sering
merujukkan masalah-masalah yang sulit baginya dalam ilmu hadits kepada Syekh
al-Albani rahimahullah.
Ketika Syekh Ibnu Baz menerima sebuah buku dari sebagian
pengikut mazhab Hanafi di India yang mengkritik kitab Musnad Imam Ahmad,
beliau mengirimkan buku tersebut kepada Syekh al-Albani untuk membantah tuduhan
itu. Sebagai tanggapannya, Syekh al-Albani menulis buku Adh-Dhabb al-Ahmad
‘an Musnad al-Imam Ahmad. Hubungan mereka sangat kuat. Syekh Ibnu Baz
memuji Syekh al-Albani, dan sebaliknya, Syekh al-Albani juga memuji Syekh Ibnu
Baz rahimahullah.
Saya akan menceritakan sebuah kisah tentang Syekh Ibnu
Utsaimin rahimahullah. Suatu kali, beliau memasuki sebuah pameran kaset audio
yang waktu itu masih populer di Kerajaan Arab Saudi, karena saat itu internet
dan teknologi rekaman modern belum ada. Di pameran itu, dijual kaset-kaset
ceramah para ulama dan dai. Syekh Ibnu Utsaimin melihat bahwa nama Syekh
al-Albani ditulis dengan ukuran kecil sehingga hampir tidak terlihat, sedangkan
nama para dai lainnya ditulis dengan ukuran besar.
Melihat hal ini, Syekh Ibnu Utsaimin meminta bertemu dengan
pengelola pameran dan berkata, "Mengapa kalian melakukan hal ini? Tulis
nama Syekh al-Albani sebagaimana kalian menulis nama ulama dan dai lainnya,
atau kecilkan semua nama hingga setara." Beliau merasa bahwa tindakan itu
disengaja untuk merendahkan martabat Syekh al-Albani, dan beliau tidak
menyetujui perlakuan seperti itu.
Meskipun ada perbedaan pendapat di antara para ulama, mereka
tetap saling menghormati. Misalnya, ketika Syekh al-Albani menulis buku Jilbab
al-Mar'ah al-Muslimah yang menyebut bahwa menutup wajah bagi wanita itu
sunnah dan tidak wajib, Syekh Ahmad at-Tuwaijri menulis sebuah buku untuk
membantah pandangan tersebut. Meskipun mereka berbeda pendapat, hubungan mereka
tetap baik.
Saat Syekh al-Albani mengunjungi Arab Saudi untuk terakhir
kalinya pada tahun 1410 Hijriah dan tinggal bersama Syekh Ibnu Baz, Syekh Ahmad
at-Tuwaijri mendengar kedatangan beliau. Maka, beliau datang menemui Syekh
al-Albani, menyambutnya, dan mengundangnya ke rumahnya. Syekh al-Albani pun
memenuhi undangan tersebut. Ketika beliau tiba di rumah Syekh Ahmad
at-Tuwaijri, Syekh Ahmad turun dari tempatnya untuk menyambut Syekh al-Albani
di depan pintu rumah. Anak-anak Syekh Ahmad berkata bahwa itu adalah hal yang
belum pernah dilakukan sebelumnya.
Ketika Syekh al-Albani duduk di ruang tamu, biasanya para
pembantu atau anak-anak yang menuangkan kopi. Namun, Syekh Ahmad at-Tuwaijri
menolak dan bersikeras untuk menuangkan kopi itu sendiri untuk Syekh al-Albani.
Perhatikanlah, wahai saudara-saudaraku, meskipun mereka berbeda dalam masalah
ilmiah dan membantah satu sama lain, mereka tetap saling mencintai,
menghormati, dan membela kehormatan satu sama lain.
Suatu hari, seorang pemuda berbicara buruk tentang Syekh
al-Albani di hadapan Syekh Ahmad at-Tuwaijri, seolah-olah ingin mendengar
komentar buruk dari beliau tentang Syekh al-Albani. Namun, Syekh Ahmad berkata,
"Dengarkan ini: Syekh al-Albani adalah simbol Sunnah. Mencela beliau sama
dengan mencela Sunnah."
Hubungan baik juga terjalin antara Syekh al-Albani dan para
ulama Madinah seperti Syekh Abdul Muhsin al-Abbad, Syekh Hamad al-Anshari,
Syekh Shalih as-Suhaimi, dan Syekh Rabi' al-Madkhali. Beliau juga memiliki
hubungan baik dengan para ulama Maroko seperti Syekh Muhammad Taqiuddin
al-Hilali, serta ulama Yaman seperti Syekh Muqbil. Di India dan Pakistan,
beliau juga dikenal baik oleh para ulama ahli hadits. Para ulama di masa itu
saling menghormati, saling mendengarkan, saling menasihati, dan saling menjaga kehormatan
satu sama lain, tidak seperti yang kita lihat sekarang berupa perpecahan,
saling menjauhkan, dan permusuhan, yang tidak memberikan manfaat selain kepada
musuh-musuh Islam dan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Seandainya para pemuda kita meneladani kehidupan para ulama
besar seperti Syekh Ibnu Baz, Syekh al-Albani, dan Syekh Ibnu Utsaimin
rahimahumullah, niscaya keberkahan akan bertambah, persatuan akan terjalin, dan
umat akan menjadi satu kekuatan. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
untuk memperbaiki keadaan kita.
Hal lain yang menarik perhatian tentang kehidupan Syekh
al-Albani adalah kepeduliannya terhadap umat Islam di seluruh dunia. Ketika
terjadi perang di Bosnia dan Herzegovina, beliau mengikuti perkembangan
peristiwa tersebut. Ketika jihad di Afghanistan berlangsung, beliau juga
memantaunya. Ketika terjadi konflik di Aljazair, beliau memperhatikannya,
memberikan arahan kepada para pemuda, menasihati mereka agar tidak terbawa oleh
emosi, hawa nafsu, atau ajakan para dai sesat yang memperindah bid’ah dan kerusakan.
Beliau terus membimbing para pemuda tersebut, dan Allah memberikan manfaat
besar melalui beliau dengan mengembalikan banyak dari mereka kepada jalan
kebenaran.
Syekh al-Albani rahimahullah dikenal sebagai seorang yang
cepat dalam debat, kuat dalam argumen, dan mampu memahami lawannya dengan
cepat. Saya akan menceritakan beberapa kisah yang terjadi dengan Syekh kita,
Imam al-Albani rahimahullah.
Salah satu kisah tersebut adalah ketika seorang pria sufi
datang kepadanya dan berkata, "Kalian (kaum Salafi) mencela para wali
Allah dan mencaci mereka. Saya ini adalah salah satu wali Allah, dan saya bisa
memasukkan pisau dari sisi kanan perut saya hingga sisi kiri tanpa mengeluarkan
setetes darah." Maka Syekh al-Albani rahimahullah menjawab, "Kami
tidak butuh pisau. Kami hanya butuh sebuah jarum saja untuk kami tusukkan ke
pipimu di sini." Pria itu berkata, "Dengan tanganku sendiri."
Syekh menjawab, "Tidak, dengan tanganku sendiri." Pria itu berkata
lagi, "Dengan tanganku sendiri." Syekh berkata, "Tidak, dengan
tanganku sendiri. Engkau adalah seorang wali Allah, bukan? Jadi, tidak ada
bedanya apakah dengan tanganku atau dengan tanganmu." Ketika pria itu
melihat bahwa kebohongannya akan terbongkar, dia pergi tanpa mengucapkan
sepatah kata pun.
Kisah lainnya adalah ketika seseorang datang mengaku bisa
memanggil arwah dan berkata bahwa dia dapat menghadirkan roh Einstein, Newton,
dan lain sebagainya. Syekh al-Albani berkata kepadanya, "Saya ingin engkau
memanggilkan roh Imam al-Bukhari untuk saya, karena saya ingin bertanya
kepadanya tentang beberapa hadits." Ketika pria itu mendengar permintaan
tersebut, dia langsung pergi.
Syekh al-Albani rahimahullah juga dikenal karena
ketelitiannya dalam pemahaman. Suatu ketika, beliau bertanya kepada
murid-muridnya, "Apa buah dari cinta? Apa harga dari cinta karena
Allah?" Tentu saja cinta dan benci karena Allah adalah bagian dari iman
yang paling kokoh. Beliau bertanya lagi, "Apa buah cinta? Apa
harganya?" Salah satu murid menjawab, "Seseorang menginginkan
kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia menginginkan kebaikan untuk dirinya
sendiri." Syekh menjawab, "Itu adalah buah cinta, bukan
harganya." Murid lain menjawab, "Jika salah seorang mencintai
saudaranya, maka dia harus memberitahunya." Syekh berkata, "Itu
adalah syarat cinta, bukan harganya." Tidak ada yang bisa menjawab dengan
benar, hingga akhirnya beliau berkata, "Harga cinta adalah nasehat.
Jika engkau benar-benar mencintaiku, dan aku mencintaimu, maka jika engkau
melihatku melakukan kesalahan, engkau harus menasihatiku. Begitu pula
sebaliknya, jika aku melihat kesalahanmu, aku akan menasihatimu. Jika aku
lalai, engkau mengingatkanku. Jika engkau lalai, aku mengingatkanmu. Karena
seorang mukmin adalah seperti tangan yang membersihkan tangan lainnya. Namun,
jika engkau hanya berpura-pura mencintaiku tanpa menasihatiku atau melarangku
dari keburukan, itu adalah cinta yang palsu, seperti cinta Bani Israil satu
sama lain. Allah berfirman tentang mereka: 'Mereka tidak saling melarang
perbuatan mungkar yang mereka lakukan. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka
lakukan.'"
Syekh al-Albani rahimahullah juga dikenal karena
kesungguhannya dalam menghidupkan Sunnah. Saya mengingat suatu saat ketika kami
berada di sebuah majelis, datanglah seseorang yang mungkin Anda kenal atau
pernah membaca tulisannya, yaitu Hasan as-Saqqaf. Hasan as-Saqqaf masuk dan
duduk di sebelah kanan Syekh al-Albani. Tuan rumah datang membawa teh dan kopi,
lalu mulai menyajikan kepada Syekh al-Albani karena usia dan ilmunya. Namun,
Syekh al-Albani menolak gelas itu dan berkata, "Mulailah dari sebelah
kanan, karena Sunnah adalah memulai dari sebelah kanan, meskipun yang duduk di
sebelah kanan bukanlah dari Ahlus Sunnah."
Setelah wafatnya Syekh al-Albani, beberapa orang mulai
menyebarkan tuduhan dan syubhat terhadapnya. Salah satu syubhat terbesar yang
dilontarkan adalah bahwa beliau seorang Murji’ah. Mereka menuduh beliau sebagai
Murji’ah dalam masalah iman. Namun, wahai saudara-saudaraku, saya akan
menyebutkan tiga poin yang menunjukkan bahwa metode dan akidah Syekh al-Albani
adalah benar.
Pertama, dalam definisi Ahlus Sunnah, iman adalah keyakinan
dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan anggota tubuh. Sedangkan
Murji’ah mengeluarkan amal dari definisi iman dan hanya menyatakan bahwa iman
adalah keyakinan dalam hati dan ucapan dengan lisan. Syekh al-Albani
rahimahullah menyatakan sebagaimana Salaf menyatakan, bahwa iman adalah ucapan,
amal, dan keyakinan.
Kedua, para ulama besar seperti Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu
Utsaimin, Syekh al-Fawzan, Syekh Abdul Muhsin al-Abbad, dan Syekh Hamad
al-Anshari semuanya memberikan kesaksian atas kebenaran akidah Syekh al-Albani.
Saya telah mengumpulkan pernyataan-pernyataan ulama tentang beliau dalam sebuah
buku yang berjudul Imam al-Albani di Mata Para Ulama.
Ketiga, Syekh al-Albani adalah salah satu orang pertama yang
menyebarkan kitab-kitab Salaf tentang akidah, seperti Kitab al-Iman
karya Abu Ubaid, Kitab al-Iman karya Ibnu Taimiyah, dan Kitab al-Iman
karya Ibnu Mandah. Beliau juga menekankan perbedaan mendasar antara metode
Salaf dan Murji’atul Fuqaha.
Akhirnya, menjelang wafatnya sekitar empat bulan sebelum
meninggal, Syekh al-Albani mengumpulkan kami dan memberikan wasiat panjang.
Beliau berkata, "Saya wasiatkan kepada kalian dan diri saya sendiri untuk
bertakwa kepada Allah. Tingkatkanlah ilmu yang bermanfaat dan amalkan ilmu
tersebut. Hendaklah amal itu berlandaskan pada Al-Qur’an, Sunnah Rasul, dan
pemahaman Salaf. Jauhilah pemberontakan terhadap jamaah kaum muslimin dan
pemimpinnya. Bersikaplah lemah lembut dalam mendakwahi orang yang berbeda
pendapat dengan kalian. Jangan menggabungkan kerasnya metode dengan kerasnya
kebenaran, tetapi gunakanlah hikmah dan nasihat yang baik."
Itulah wasiat terakhir Syekh al-Albani rahimahullah. Saya
memohon kepada Allah agar merahmatinya, menempatkannya di surga-Nya, dan
menghimpun kita bersamanya di surga bersama para nabi, orang-orang jujur,
syuhada, dan orang-orang saleh. Wa assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh.